Rabu, 11 Desember 2013

teologi islam




TUGAS AKHIR
UJIAN AKHIR SEMESTER TEOLOGI ISLAM
RESENSI BUKU : PEMIKIRAN ISLAM ANTARA AKAL DAN WAHYU

Dosen Pembimbing :
Umaiyatus Syarifah, MA
Disusun Oleh :
                                                Nama               :  Muhammad Faizal
                                                NIM                : 12620074
                                                Kelas               : Biologi B

Description: E:\my images\logo\UIN WARNA Fakultas SAINTEK.jpg

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
DESEMBER 2013

1.      Gambar buku
Description: E:\buku.jpg
2.      Keterangan buku yang diresensi
Judul buku      : PEMIKIRAN ISLAM ANTARA AKAL DAN WAHYU
Pengarang       : Dr.Abdul ‘al Salim Mukrim
Alih bahasa     : Anwar Wahdi Hasi
Penerbit           : PT MEDIYATAMA SARANA PERKASA
Tahun terbit     : 1988
Halaman          : 118 halaman
Tebal buku      : viii, 118 hal.; 20,5 x 14,5 cm
ISBN               : 979-455-122-1.
Cetakan ke-     : Pertama

3.      Isi buku

AKAL
            Perdebatan di antara para ahli dan filsuf, klasik ataupun modernis, disekitar masalah akal masih berkelanjutan. Masing-masing mempertanyakan, apakah hakikat akal? Apakah makna-makna yang dirumuskan untuknya? Apakah akal ini ilmu (‘ilm) ataukah hati (qalb)? Persoalan-persoalan disekitar tugas-tugas akal dapar kita jumpai didalam warisan-warisan intelektual islam, dan perbincangan tentang ia terus berlangsung dikalangan pendukung-pendukungnya sampai zaman sekarang. Didalam bahasa dijumpai perbedaan mengenai arti akal ini. Didalam bahasa arab, akal diartikan kecerdasan: lawan kebodohan, dan diartikan pula dengan hati (qalb): suatu kekuatan yang membedakan manusia dari semua jenis hewan.
            Menurut hemat kami, akal adalah sesuatu kekuatan yang tersembunyi (misterius) yang denganya segala sesuatu dapat diserap. Ia merupakan anugerah samawi, dibawah pancaranya kita dapat membedakan antara benar dan batil, bersih dan kotor, bermanfaat dan bermudarat, baik dan buruk, baik kekuatan tersembunyi itu akan dinamakan akal, hati maupun ilmu.
            Dr. Zaki Najib Mahmud memberikan batasan sebagai berikut: “pengertian akal ialah gerakan yang menimbulkan perpindahan dari yang menyaksikan (syahid) kepada yang disaksikan (masyhud ‘alaih), dari bukti (dalil) kepada yang dibuktikan (madhul ‘alaih), dari premis kepada konklusi, dari perantara (wasilah) kepada tujuan (ghayah). Kata kunci dalam pembatasan ini ialah kata gerakan. Oleh karena itu, kalau kita mengetahui sesuatu tanpa melakukan perpindahan dari keadaan tahu kepada keadaan berikutnya, tidak ada sesuatu yang disebut akal. Kalau kita melihat buah yang kuning, lalu tidak melangkah lebih lanjut kecuali tahu bahwa buah itu kuning, disini tidak ada pula sesuatu yang disebut akal. Baru ada akal apabila kita pindah dari melihat buah kuning kepada mengetahui bahwa buah itu sesuatu yang dapat dimakan”.
            “Perhatikanlah. Akal tidak melahirkan ilmu dari perutnya, sebagaimana laba-laba mengeluarkan benang-benang dari perutnya. Akal menerima hasil dari luar, dari alam beserta isinya yang hidup atau mati, melalui cerapan inderawi: pendengaran, penglihatan dan rabaan. Akal terikat dengan hal-hal yang tampak dan eksprimental, kenyataan inderawi dan gejala-gejala nyata. Sungguh melampuai watak dan tugasnya, apabila akal merusak ikatan-ikatan itu untuk bergerak secara bebas dan tanpa batas”.
            Baik Qur’an maupun sunnah sangat menjujung akal dan orang-orang yang menggunakan akal, dan mencemooh orang-orang yang tidak mau menggunakanya.
            Persoalan sekarang, apakah akal dapat membuka pintu masalah-masalah yang diluar jangkauannya? Apakah akal dapat membahas sesuatu yang berada dibalik dirinya? Inilah yang akan kita bicarakan sekedarnya berikut ini.
Abu Bakar ibn Al’Arabi melepaskan akal dari objek objek yang tidak dapat dijangkau oleh pemikiran, karena objek-objek ini jauh lebih besar dari akal sendiri. Dia membantah filsuf-filsuf yang meletakkan akal pada kedudukan dan medan diluar jangkauanya, disamping menyatakan bahwa klaim-klaim mereka tentang akan sebagai suatu ketololan. “sulit untuk mempertangggungjawabkan, asumsi bahwa akal berkuasa mutlak untuk mengetahui atau memcapai semua objek.
Didalam bukunya Al-Munqidh min al-Dlalal, imal Al Ghazali menyatakan: “pada pokoknya para nabi adalah dokter dokter penyakit hati. Tugas dan faedah akal ialah memperkenalkan hal tersebut kepada kita, bersaksi atas kenabian dengan benar dan atas ketidak mampuanya mengetahui masalah-masalah yang hanya dapat diketahui dengan mata kenabian.
Olek karna itu akal sangat menghajatkan waktu sebagai cahaya yang membantunya berjalan meniti lorong-lorong kehidupan, dan memantabkan langkah secara berani. Ini karna akal hidup didalam persepsi-persepsi, sedangkan persepsi berhubungan dengan lingkungan, dan lingkungan bermacam-macam. Persepsi iti terkadang memberikan pengaruh jelek terhadap akal hingga menyimpang dari kebenaran dan condong kepada kesalahan, serta menghadap kearah kebatilan. Dan akhirnya akal menjadi kekuatan yang kejam, merusak, menghancurkan dan menderitakan, tidak membangun, memperbaiki dan membahagiakan. Karenanya Sang pencipta mengikat akal dengan wahyu.
Selanjutnya kami akan membicarakan dan mengkaji masalah wahyu, karena ia tiang lain ssbagi pemikiran islam dengan segala aspek-aspek dan medan-medanya dibumi, langit, dunia dan akhirat. 

WAHYU
            Seperti halnya akal, wahyu mempunyai macam-macam arti menurut bahasa yaitu:
            Wahyu berarti ilham yang tidak hanya diberikan kepada manusia secara khusus bahkan juga kepada mahluk yang lain.
            Menurut istilah syariat, wahyu adalah risalah samawi (langit) yang diberikan kepada seorang nabi yang dipilih dari hamba-hamba Allah, agar ia berbuat denganya dan menyampaikanya kepada kaum dimana ia diutus.
            Berdasarkan pengertian tersebut wahyu ada bermacam-macam. Terkadang berarti ungkapan tentang penyampaian makna ke dalam jiwa dan hati, dan berarti pula pembicaraan dibalik takbir. Karena itu, jibril malaikat pembawa wahyu, turun kepada para nabi menyampaikan risalah langit dan ajaran-ajaranya.
            Ini berarti Qur’an bukan buatan manusia. Bila tidak, ia akan mudah dipermainkan oleh akal dengan kata-kata, baik dibidang gaya atau keindahan bahasanya. Namun sampai kini bahkan sampai bumi dan isinya kembali kepada Allah, Qur’an tetap membawa unsur-unsur dinamik dan memberikan kekuasaan kepada akal dan hati untuk menangkap rahasia kebesaran Allah, akan tetapi dengan berpijak kepada garis-garis yang telah ditetapkan.
            Langkah utama untuk memelihara keotentikan Qur’an dimasa Rasulullah SAW ialah setiap kali wahyu turun kepada beliau langsung ditulis, dan beliau melarang penulisan sesuatu selain wahyu agar tidak terjadi percampuradukan.
            Tidak ada satu riwayat pun yang lebih kuat dari riwayat yang menetapkan dituliskanya Qur’an pada masa Rasulullah dan yang menguatkan bahwa: “Qur’an telah dikumpulkan pada masa beliau. Setiap kali turun ayat beliau memerintahkan sekretarisnya menuliskanya dan meletakkannya disurat anu”.
            Semua tersebut diatas menunjukan bahwa Qur’an seperti yang ditulis dalam mushaf Utsmani adalah wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah SAW yang pada tahap terakhir telah mencapai tertip (sistematika) sedemikian rupa, tidak ada yang didahulukan dan diakhirkan, tidak ditambah dan dikurangi.
            Kalau kita bandingkan antara keotentikan Qur’an dengan keotentikan injil yang diwahyukan kepada nabi isa sebagai metode kehidupan dan jalan petunjuk itu, kita akan mendapatkan perbedaan yang besar sekali. Pada pengikut nabi isa telah menyelewengkan dan melakukan perubahan-perubahan terhadap kitab suci injil sehingga sinar-sinar petunjuk didalamnya hilang. Sayyid Quthb, didalam bukunya Al-Mustaqbal li hadza al-Din.
PERTEMUAN AKAL DAN WAHYU
            Dalam uraian dimuka ditegaskan bahwa pertemuan akal dan wahyu merupakan dasar utama pembangun pemikiran islam.
            Islam tidak membiarkan akal berjalan tanpa arah, karena jalan yang merentang dihadapanya bermacam-macam. Islam menggambarkan suatu metode bagi akal, agar ia terpelihara diatas dasar-dasar pemikiran yang sehat. Diantara unsur-unsur metode ini ialah seruanya kepada akal untuk meliahat kepada penciptaan langit dan bumi. Sebab, semakin bertambah pengetahuan akal tentang rahasia keduanya, akan semakin bertambah pula pengetahuan (ma’rifah) nya tentang sang pencipta dan pengaturanya.
            Didalam Qur’an terdapat banyak ayat yang menyeru manusia untuk berfikir tentang alam raya beserta gejala-gejalanya yang benareka ragam dengan demikian akal berwawasan luas dan mengakui pencipta alam raya ini, suatu aspek aqidah yang akarnya tertanam didalam hati dan berbaur dengan daging dan darah, rasio dan emosi. Qur’an menyeru manusia merenungi alam raya ini agar memperoleh pelajaran dan merasakan hakikat.
            Tidak cukup itu, Qur’an menawarkan kepada manusia untuk menangkap hikmah yang terkandung didalam penciptaan makhluk-makhluk, agar ia mengetahui statusnya dihadapan Allah SWT.
            Manusia pun diseru untuk melihat kepada kehidupanya, makanan yang dilahap oleh mulutnya, lambungnya yang mencerna makanan sehingga ia dapat hidup dan bergerak, dan kepada pertumbuhan dan perkembanganya.
            Kemudian dihadapkan pula kepada akal manusia tentang penciptaan besar, penciptaan langit dan bumi, dan timbulnya kehidupan dari ‘adam (ketiadaan).
            Qur’an tidak berherti disitu untuk mendidik akal, bahkan membawanya kepada tingkat pendidikan yang lain, yaitu kepada Allah sendiri. Qur’an menjelaskan dengan argumentasi fitri dan rasional bahwa langit dan bumi tidak akan mendapatkan kestabilannya kecuali satu tuhan.
            Ketika gejolak kehidupan mencekam manusia dan jendela-jendela dunia tampak sempit, akal manusia merasakan dirinya lemah dan pendek, tidak mampu membendung kerasahan zaman dan menolak hentakan kehidupan. Karena itu, islam memelihara akal didalam suatu kekuatan yang dapat memberinya ketenangan dan menumbukan keparcayaan pada diri sendiri. Kekuatan ini ialah kekuatan Ilahi yang menggegam semua perkara.
            Kendatipun akal manusia dididik didalam seluruh kondisi tersebut dan diperkenan berfikir semampunya, namun akal disadarkan dan diingatkan pada suatu tingkat tertentu dari pemikiran yang tidak mungkin dilampauinya, karena tingkat pemikiran ini berada diluar kemampuan, kesiapan dan jangkauanya. Akal dididik untuk memikirkan setiap sesuatu yang dapat ditangkap oleh mata atau melalui sarana inderawi dan pengenalan, dan tidak lebih dari itu. Selebihnya adalah tingkat Hakikat, tingkat berfikir tentang Zat Tuhan atau Hakikat Zat-nya. Oleh karena keterbatasanya, akal tidak akan dapat menyentuh tingkat tersebut, dan karena itu pula melarang akal berfikir tentang Zat ketuhanan. Dalam sebuah hadits dari Ibn ‘Abbas.
            Berfikir tentang Zat Tuhan adalah kegilaan yang tidak sesuai dengan metode yang sehat, sebagaimana mungkin sesuatu yang terbatas memikirkan yang tidak terbatas, yang fana memikirkan Yang Maha Kekal, yang lemah memikirkan Yang Maha Kuat, yang bakal mati memikirkan Yang Maha Hidup?.
            Sebenarnya akal pun tidak akan dapat menjangkau seluruh makhluk yang memenuhi alam kosmos ini, baik matahari, bintang, bulan, planet dan semua peristiwa yang terjadi di dalamnya. Lalu bagaimana mungkin ai mampu mengenal Zat pencipta makhluk-makhluk itu. Sesunggunya Dia :
žw çmà2Íôè? ㍻|Áö/F{$# uqèdur à8Íôムt»|Áö/F{$# ( uqèdur ß#Ïܯ=9$# 玍Î6sƒø:$# ÇÊÉÌÈ    
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui”. (Qs.Al-An’am: 103)

4.      Kelebihan, Kekurangan dan Saran
Kelebihan buku : bahasa yang digunakan simpel dan tidak bertele-tele. Selain itu didukung dengan adanya ayat Al Qur’an dan Sunnah, semakin mempermudah pemahaman dari pembaca.
Kekurangan buku : dalam buku ini antara judul buku dan isinya tidak begitu sesuai. Dan juga terlalu banyak ayat Al Qur’an dan Sunnah yang dimasukkan, sehingga membuat pembaca kesullitan saat memahaminya.
Saran : bagi penulis hendaknya ketika membuat judul lebih memcerminkan isi dari buku tersebut, dan juga ayat Al Qur’an dan Sunnah yang dimasukkan. Apakah dengan semua itu mudah difahami oleh pembaca.
   
           
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Candi Badut Warisan Tertua Jawa Timur

Candi Badut Warisan Tertua Jawa Timur   Oleh : Muhammad Faizal Biologi 12620074 085731144277 Muhammad.faizal.200@gma...