LAPORAN PRAKTIKUM TAKSONOMI INVETEBRATA
FILUM PLATYHELMINTHES (Cacing Pipih), ANNELIDA (Cacing Gilig
Bersegmen)
DOSEN PENGAMPU :
Kiptiyah, M.Si
DISUSUN OLEH :
Abishafa Yonny :
12620069
Umu Hanik F H :
12620070
Muhammad Faizal :
12620074
KELAS / KELOMPOK :
B / 2
TANGGAL PRAKTIKUM :
29 Oktober 2013
ASISTEN : Exma
Mu’tatal Hikmah
Mariatul Qibtiyah
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Filum anelida (bahasa latin untuk “bercincin” terbagi atas cacing
yang tubuhnya terbagi-bagi menjadi segmen-segmen (metamer). Segementasi itu
jelas bersifat eksternal, tetapi juga internal dalam wujud membran (septum)
yang membagi- bagi anterior cacing. Anelida memiliki segmen dibagian luar dan
dalam tubuhnya. Antara satu segmen dengan segmen lain terdapat sekat yang
disebut sapta.
Platyhelminthes dalam bahasa yunani, platy (pipih), helminthes
(cacing atau cacing pipih) adalah kelompok hewan yang struktur tubuhnya lebih
kompleks dibanding porifera. Platyhelminthes memiliki tiga lapisan sel
(tripoblastik), yaitu ekstoderm, mesoderm dan endoderm. Platyhelminthes ada
yang hidup bebas maupun hidup sebagai parasit. Pada Platyhelminthes yang hidup
secara bebas memakan hewan-hewan dan tumbuhan kecil atau zat organik lainnya
seperti sisa organisme .
Kebanyaan hewan dari phylum anelida contohnya cacing tanah (Lumbricus
terrestris) dapat berguna sebagai penyuburan tanah. Namun, pada phylum platyhelminthes
contohnya cacing hati (Fasiola hepatica) tumbuh sebagai parasit dalam
tubuh manusia. Oleh karena itu lah pentingnya memahami habitat, morfologi,
anatomi dan siklus hidup dari phylum anelida dan platyhelmintes agar kita dapat
menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan dan dapat menjaga keseimbangan dari
ekosistem alam.
1.2
Rumusan masalah
Rumusan masalah dari praktikum ini adalah :
1.
Bagaimana habitat dari filum Annelida dan filum Platyhlminthes ?
2.
Bagaimana morfologi dari filum Annelida dan filum Platyhelminthes ?
3.
Bagaimana anatomi dari filum Annelida dan fillum Platyhelminthes ?
1.3
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1.
Untuk menegetahui habitat dari filum Annelida dan fillum
Platyhelminthes
2.
Untuk mengetahui morfologi dari filum Annelida dari filum
Platyhelminthes
3.
Untuk mengetahui anatomi dari filum Annelida dan fillum
Platyhelminth
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Platyhelminthes (cacing pipih)
2.1.1 Morfologi
Platyhelminthes
adalah sekelompok orgnisme yang tubuhnya pipih, bersifat tripoblastik, tidak
berselom. Pada umumnya spesies dari platyhelminthes adalah parasit pada hewan.
Ektoderm adalah tipis yang dilapisi oleh kutikula yang berfungsi melindungi
jaringan di bawahnya dari cairan hospes. Sistem ekskresi hanya saluran utama yang
mempunyai lubang pembuangan keluar tidak memiliki sistem sirkulasi, maka bahan
makanan itu di edarkan oleh pencernaan itu sendiri. Alat reproduksi jantan dan
betina terdapat pada tiap – tiap hewan dewasa. Alat jantan terdiri atas
sepasang testis, dua pembuluh vasa deferensia, kantung vesiculum seminalis,
saluran ejakulasiyang berakhir pada alat kopulasi dan penis (Tim Dosen, 2011).
Tubuhnya
tertutup epidermis dan di bagian ventral mengandung cilia yang berfungsi untuk
merayap. Pada lapisan epidermis terdapat
banyak sel kelenjar dan batang – batang kecil yang disebut rhabdoid. Sel
kelenjar menghasilkan lender untuk melekat, membungkus mangsa, dan sebagai
jejak lender pada waktu merayap. Sel kelenjar acap kali juga terdapat di dalam
mesenkhim (parenkim), dan mempunyai saluran kecil menembus epidermis. Di bawah
epidermis terdapat serabut – serabut otot melingkar, longitudinal, diagonal,
dan dorso ventral (Suwignyo, 2005).
2.1.2 Anatomi
Sistem
pencernaan pada platyhelminthes belum sempurna, cacing ini telah memiliki mulut
tapi tidak memiliki anus, hewan ini memiliki rongga gastrovaskuler yang
merupakan saluran pencernaan yang bercabang – cabang yang berperan sebagai
usus. Sistem saraf memiliki dua ganglion pada ujung ventral tubuh. Pada ujung
ventral tubuh keluar satu pasang saraf longitudinal menuju ke bagian tubuh
posterior (Oman, 2006).
2.1.3 Habitat
Platyhelminthes
dapat dibagi atas beberapa kelas yaitu kelas tubellari, contoh organisme dari
kelas ini adalah planaria yang hidup di air tawar, bipalium dan geoplana yang
hidup pada tanah,berikutnya kelas trematoda, merupakan hewan yang parasit,
tidak mempunyai mata kecuali pada larvanya, tidak bercilia kecuali pada
larvanya, mempunyai kutikula mulut disebelah anterior, farinks tidak berotot,
tidak ada anus usus berbentuk garpu, mempunyai pengisap, hermaprodit, mempunyai
kelenjar kuning. Contoh : Fasiola hepatica. Selanjutnya kelas cestoda,
merupakan hewan hermaprodit, tidak mempunyai alat pencernaan makanan, merupakan
endoparasit pada hewan vetebrata, Mempunyai saraf pada bagian kedua sisi
tubuhnya yang berhubungan dengan kepala. Mempunyai saluran ekskresi yang
diperlengkapi dengan protonefrida. Tiap progtida mengandung organ – organ alat
jantan dan betina yang lengkap. Telur – telurnya di kumpulkan pada uterus (Hala,
2007).
F. gigantica merupakan
parasit (cacing) yang bentuknya pipih seperti daun dan habitat utamanya di
dalam hati, sehingga dikenal dengan nama cacing hati. Keadaan alam Indonesia
dengan curah hujan dan kelembaban yang tinggi, dan ditunjang pula oleh sifatnya
yang hemaprodit yakni berkelamin jantan
dan betina akan mempercepat perkembangbiakan cacing hati tersebut. Untuk
menanggulangi dan mencegah berkembangnya penyakit fasciolois umumnya dilakukan
dengan cara pemberian obat secara teratur dan terjadwal, serta perlunya
kebersihan lingkungan terutama ditujukan
untuk mencegah atau menghambat berkembang biaknya hewan perantara yakni siput (Lymnea
sp.). (Arifin, 2006)
Pada umumnya cacing jarang
menimbulkan penyakit serius, tetapi dapat menyebabkan gangguan kesehatan kronis
yang secara ekonomis dapat merugikan, ternak penderita akan mengalami hambatan
pertumbahan berat badan karena cacing menyerap sebagian zat makanan untuk
pertumbuhan, cacing merusak jaringan-jaringan organ vital seperti saluran
pencernaan, hati, paru-paru dan darah serta dapat mengurangi nafsu makan
ternak. Bahkan pada tingkat penyerangan
akut dapat menyebabkan penyakit kronis yang berakibat kematian (Murtidjo,
2000).
2.2 Annelida
(Cacing tanah)
2.2.1 Morfologi
Cacing
tanah mempunyai bentuk tubuh memanjang, gilig, dengan segmentasi Nampak jelas
dari luar sebagai lipatan-lipatan kutikula. Biasanya, cacing tanah mempuyai
lebih dari 100 metamer. Pada setiap segmen, kecuali yang pertama dan terakhir,
terdapat 4 pasang bulu sikat atau setae yang pendek. Cacing tanah bernapas
melalui kutikula yang menutupi seluruh tubuhnya. Sistem saraf berupa rantai
ganglion ventral, tiap segmen dengan satu rantai, mulai dari segmen ke empat.
Cacing tanah bersifat hermafrodit, tetapi terjadi fertilisasi oleh dirinya
sendiri (Tim Dosen, 2011).
Tubuh
annelida bersegmen bundar memanjang atau tertekan dorsoventral. Memiliki alat
gerak yang berupa bulu-bulu kaku (setae) pada setiap segmen. Polychaeta dengan
tentakel pada kepalanya dan setae pada bagian-bagian tubuh yang menonjol ke lateral, atau lobi lateral yang disebut
parapodia. Tubuh tertutup oleh kutikula yang licin yang terletak di atas
epithelium yang bersifat glanduler, sudah mempunyai rongga tubuh dan umumnya
terbagi atas septa, saluran pencernaan lengkap, tubuler, memanjang sesuai
dengan sumbu tubuh (Jutje, 2006).
2.2.2 Anatomi
Pada
permukaan tubuh cacing terdapat beberapa lubang-lubangmuara keluar berbagai
alat atau organ dalam tubuh. Lubang-lubang tersebut ialah mulut berbentuk bulan
sabit, terletak dimedio ventral segmen pertama, anus terletak pada segmen
terakhir, lubang muara keluar oviduk, terletak pada segmen ke-14, lubang
bermuara keluar reseptaculum seminalis berupa 2 pasang pori terletak di antara
segmen ke-9 dan ke-10, dan di antara segmen ke-10 dan ke-11 reseptaculum
seminalis ialah tempat penyimpan sperma; pori ini tidak tidak mudah terlihat;
pori dorsalis merupakan lubang muara keluar coelom; pori ini terletak di
medio-dorsal pada tepi anterior pada tiap segmen; segmen ke-8 atau ke-9, sampai
ujung posterior tubuh; sepasang nephridiopor, merupakan lubang muara keluar dan
saluran ekskresi dan terletak pada tiap segmen, kecuali segmen terakhir dan 3
segmen pertama (Jutje, 2006).
Alat
ekskresi adalah nephridia, terutama metanephridia, yang terdapat sepasang tiap
ruas. Peredaran darah tertutup melingkari pharynix, sebuah atau sepasang benang
saraf ventral sepanjang tubuh yang dilengkapi sebuah ganglion dan sepasang
saraf lateral pada tiap ruas. Di samping itu, terdapat alat indera atau sel
indra yang berfungsi sebagai alat peraba, perasa, dan penerima cahaya. Filum
annelid terdiri dari sekitar 75.000 spesies, meliputi tiga kelompok besar,
yaitu polychaeta, oligochaeta, dan hirudiena, serta dua kelompok kecil, yaiu
aelosamata dan branchiobdelia (Suwignyo, 2005).
2.2.3 Habitat
Cacing-cacing
yang termasuk dalam filum ini, tubuhnya bersegmen-segmen. Mereka hidup di dalam
tanah yang lembab, dalam laut, dan dalam air. Pada umumnya Annelida hidup
bebas, ada yang hidup dalam liang, beberap bersifat komensal pada hewan-hewan
aquatic, dan ada juga bersifat parasit pada vetebrata. Disamping tubuhnya
bersegmen, juga tertutup oleh kutikula merupakan hasil sekresi dari epidermis,
sudah mempunyai sistem nervosum, system cardiovasculare tertutup, dan sudah ada
rongga tubuh (Hala, 2007).
Adanya cacing tanah yang
dapat membuat lubang akan meningkatkan pori aerasi di dalam tanah, sehingga
dapat mengolah tanah dengan menurunkan kepadatan tanah dan berlangsung secara terus-menerus
sesuai dengan daya dukungnya. Cacing tanah dari kelompok endogaesis dapat
menghancurkan dan mengangkat liat maupun bahan-bahan lain dari horison argilik
kembali ke lapisan atas (bioturbasi). (Subowo, 2008)
Secara umum tubuh cacing
tanah mengandung protein, asam amino dan bermacam-macam enzim. Beberapa
penelitian juga telah membuktikan adanya daya antibakteri ekstrak protein
cacing tanah Lumbricus rubellus dan Pheretima sp. yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Gram negatif Escherichia coli, Shigella dysenteriae,
Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi (Affandi, 1996).
Infeksi cacing parasit usus
pada sapi dan kerbau akan mengurangi fungsi kemampuan mukosa usus dalam
transpor glukosa dan metabolit lainnya. Apabila ketidakseimbangan ini cukup
besar, akan menyebabkan menurunnya nafsu makan, serta tingginya kadar nitrogen
didalam tinja yang dibuang karena tidak dipergunakan. Akibatnya keterlambatan
pertumbuhan akan terjadi terutama pada ternak muda pada masa pertumbuhan. Oleh
karena itu infeksi cacing parasit usus akan bersifat patogenik terutama jika
bersamaan dengan kondisi pakan ternak yang buruk (Nofyan, 2010).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1
Waktu dan Tempat
Praktikum pengamatan anatomi dan morfologi annelida dan
plathyhelminthes dilakukan praktikan pada hari selasa, 29
November 2013 di Laboratorium Ekologi jurusan biologi gedung B.J Habibie Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1
Alat
Praktikan menggunakan alat-alat berikut untuk membantu praktikum
ini :
1)
Papan seksi 1 buah
2)
Mikroskop 1 buah
3)
Objek glass 1 buah
4)
Jarum pentul 2 buah
5)
Lup 1 buah
6)
Pisau bedah 1 buah
7)
Kertas A4 1 lembar
8)
Pensil 1 buah
9)
Penghapus 1 buah
3.2.2
Bahan
Praktikan menggunakan bahan-bahan berikut selama praktikum :
1)
Cacing tanah (Lumbricus terrestris) 1 ekor
2)
Cacing hati (Fasciola hepatica) 1 ekor
3.3
Prosedur Kerja
3.3.1 Pengamatan Morfologi
Praktikan melakukan langkah kerja berikut dalam pengamatan
morfologi annelida dan plathyhelminthes :
1.
Disiapkan alat dan bahan
2.
Diletakkan seekor cacing tanah di atas papan seksi
3.
Diamati pergerakan dan daya menerima rangsangnya
4.
Digambar cacing tanah tersebut beserta keterangannya
5.
Diambil seekor cacing hati di atas objek glass
6.
Diamati dengan perbesaran optimal
7.
Digambar cacing hati tersebut beserta keterangannya
3.3.2
Pengamatan Anatomi
Praktikan melakukan langkah kerja berikut dalam pengamatan
morfologi annelida :
1.
Disiapkan alat dan bahan
2.
Diletakkan seekor cacing tanah di atas papan seksi
3.
Disiram dengan minyak kayu putih hingga tidak bergerak
4.
Ditusuk kedua ujung tubuhnya dengan jarum pentul
5.
Disayat cacing tanah secara melintang
6.
Diamati anatomi cacing tanah
7.
Digambar anatomi cacing tanah beserta keterangannya
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Cacing Tanah (Lumbricus terrestris)
4.1.1 Gambar
Gambar Pengamatan
|
Gambar Literatur
|
|
(Wikipedia, 2002)
|
4.1.2
Klasifikasi
Kingdom: Animalia
Phylum: Annelida
Class: Clitellata
Order: Haplotaxida
Family:
Lumbricidae
Genus:
Lumbricus
Species:
Lumbricus terrestris (Jutje, 2006)
4.1.2 Pembahasan
Berdasarkan
pada pengamatan yang telah kami lakukan, Cacing tanah (Lumbricus terrestris)
memiliki ciri yang khusus dari hewan invertebrata lainnya yaitu tubuhnya
bersegmen, bulat memanjang dan tubuhnya memiliki rongga. Karena tubuhnya
bersegmen inilah yang membuat spesies ini masuk ke dalam filum annelida. Jumlah
segmen pada spesies yang kami amati adalah 191 segmen dan clitellumnya terdapat
pada segmen ke-26. Clitellum ini berperan sebagai organ reproduksi yang akan
berlekatan dengan clitellum pada spesies cacing tanah yang lain saat terjadi
fertilisasi. Dengan panjang tubuhnya ± 11 cm dan lebarnya ± 0,3 cm.
Menurut Tim Dosen (2011) Cacing tanah mempunyai
bentuk tubuh memanjang, gilig, dengan segmentasi. Nampak jelas dari luar
sebagai lipatan-lipatan kutikula. Biasanya, cacing tanah mempuyai lebih dari
100 metamer. Pada setiap segmen, kecuali yang pertama dan terakhir, terdapat 4
pasang bulu sikat atau setae yang pendek.
Menurut
Jutje (2006), pada permukaan tubuh cacing terdapat beberapa lubang-lubang muara
keluar berbagai alat atau organ dalam tubuh. Lubang-lubang tersebut ialah mulut
berbentuk bulan sabit, terletak dimedio ventral segmen pertama, anus terletak
pada segmen terakhir, lubang muara keluar oviduk, terletak pada segmen ke-14,
lubang bermuara keluar reseptaculum seminalis berupa 2 pasang pori terletak di
antara segmen ke-9 dan ke-10, dan di antara segmen ke-10 dan ke-11 reseptaculum
seminalis ialah tempat penyimpan sperma; pori ini tidak tidak mudah terlihat;
pori dorsalis merupakan lubang muara keluar coelom; pori ini terletak di
medio-dorsal pada tepi anterior pada tiap segmen; segmen ke-8 atau ke-9, sampai
ujung posterior tubuh; sepasang nephridiopor, merupakan lubang muara keluar dan
saluran ekskresi dan terletak pada tiap segmen, kecuali segmen terakhir dan 3
segmen pertama.
Cacing
tanah ini kami temukan pada tanah yang lembab, dominan hidup di daerah dengan
intensitas cahaya yang rendah. Karena cacing ini sangat sensitif terhadap
cahaya, oleh karena itu dia tergolong hewan yang aktif di malam hari
(Nocturnal). Menurut Hala (2007), cacing tanah hidup di dalam tanah yang lembab,
dalam laut, dan dalam air. Pada umumnya Annelida hidup bebas, ada yang hidup
dalam liang, beberap bersifat komensal pada hewan-hewan aquatic, dan ada juga
bersifat parasit pada vetebrata.
4.2 Cacing Hati
(Fasciola hepatica)
4.2.1 Gambar
Gambar Pengamatan
|
Gambar Literatur
|
|
(Wikipedia,
2002)
|
4.2.2
Klasifikasi
Kingdom :
Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class
: Trematoda
Ordo
: Prosostomata
Famili
: Fascioloidea
Genus
: Fasciola
Spesies
: Fasciola hepatica (
Jutje, 2006 )
4.2.3
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang
telah kami lakukan, cacing hati (Fasciola hepatica) memiliki ciri berupa
tubuh pipih, dan tidak berongga, berukuran kecil sehingga harus diamati melalui
mikroskop. Karena cacing hati memiliki tubuh yang pipih,sehingga cacing ini
dimasukkan kedalam phyllum Plathyhelmintes. Pengamatan cacing hati melalui mikroskop
dengan perbesaran 100 kali. Pada pengamatan, bagian tubuh cacing yang teramati
adalah bagian sucker (penghisap), tubuh cacing berwarna oranye dengan
bercak-bercak hitam dan abu-abu. Bercak abu-abu tersebut merupakan sel api pada
cacing hati. Tampak pula bagian organ reproduksi pada cacing pita, namun yang
teridentifikasi jelas adalah bagian testis, sedangkan untuk bagian vagina masih
belum terlalu terlihat jelas dalam pengamatan.
Menurut
Tim Dosen (2011) Platyhelminthes adalah sekelompok orgnisme yang tubuhnya
pipih, bersifat tripoblastik, tidak berselom. Pada umumnya spesies dari
platyhelminthes adalah parasit pada hewan. Ektoderm adalah tipis yang dilapisi
oleh kutikula yang berfungsi melindungi jaringan di bawahnya dari cairan
hospes. Sistem ekskresi hanya saluran utama yang mempunyai lubang pembuangan
keluar tidak memiliki sistem sirkulasi, maka bahan makanan itu di edarkan oleh
pencernaan itu sendiri. Alat reproduksi jantan dan betina terdapat pada tiap –
tiap hewan dewasa. Alat jantan terdiri atas sepasang testis, dua pembuluh vasa
deferensia, kantung vesiculum seminalis, saluran ejakulasiyang berakhir pada
alat kopulasi dan penis.
Menurut
Oman (2006) Sistem pencernaan pada platyhelminthes belum sempurna, cacing ini
telah memiliki mulut tapi tidak memiliki anus, hewan ini memiliki rongga
gastrovaskuler yang merupakan saluran pencernaan yang bercabang – cabang yang
berperan sebagai usus. Sistem saraf memiliki dua ganglion pada ujung ventral
tubuh. Pada ujung ventral tubuh keluar satu pasang saraf longitudinal menuju ke
bagian tubuh posterior.
Menurut
Hala (2007) kelas trematoda, merupakan hewan yang parasit, tidak mempunyai mata
kecuali pada larvanya, tidak bercilia kecuali pada larvanya, mempunyai kutikula
mulut disebelah anterior, farinks tidak berotot, tidak ada anus usus berbentuk
garpu, mempunyai pengisap, hermaprodit, mempunyai kelenjar kuning. Contoh :
Fasciola hepatica.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Praktikum tentang Platyhelminthes
dan Annelida dapat disimpulkan bahwa :
1. Habitat dari fillum Annelida (Lumbricus
terrestris) adalah di dalam tanah yang lembab, di laut dan di air.
Sedangkan fillum Platyhelminthes ( Fasciola hepatica) pada hati binatang
memamah biak.
2. Morfologi dari fillum Annelida (Lumbricus
terrestris) adalah tubuhnya bersegmen, memanjang dan gilig terdapat banyak
kutikula. Sedangkan fillum Platyhelminthes (Fasciola hepatica) adalah
tubuhnya pipih dan triploblastik aceolomata.
3. Anatomi dari fillum Annelida (Lumbricus
terrestris) yang tampak saat pengamatan meliputi otak, jantung, usus atau
saluran pencernaan, pembuluh darah dan clitellum. Sedangkan pada fillum
Platyhelminthes yang tampak adalah sucker dan anus.
DAFTAR
PUSTAKA
Affandi (1996) dalam Waluyo,
Joko. Dkk. 2007. Purifikasi dan karakterisasi protein anti bakteri dari
Pheretima javanica. Jurnal Ilmu Dasar. Vol. 8 No. 1 Hal : 37- 44
Arifin M. 2006. Tanggap Kebal Sapi
Terhadap Fasciolosis Akibat Inokulasi Metaserkaria Fasciola gigantica Iradiasi. Jurnal
Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. Vol.2 No. 1
Hala,Yusminah. 2007. Daras
Biologi Umum II. Makassar: Alauddin Press
Jutje
S Lahay. 2006. Zoologi Invetebrata.
Makassar: Universitas Negeri Makassar
Murtidjo (2000) dalam Tethool,
angelina N. Dkk. 2009. Identifikasi
Jenis Cacing Sapi Bali yang Dipelihara
di Taman Ternak FPPK. Jurnal Ilmu Peternakan. Vol. 4 No. 1 Hal : 30-34
Nofyan,
Erwin. 2010. Identitas Jenis Telur Cacing Parasit Usus Pada Ternak Sapi (Bos
sp) dan Kerbau (Bubalus sp) Di Rumah Potong Hewan Palembang. Jurnal
Penelitian Sains. 10:06-11
Oman Karmana. 2006.Cerdas
Biologi. Bandun : Grafindo Media
Pratama
Schistosoma.
2001. Http://febrianfn.wordpress.com
Subowo G. 2008. Prospek Cacing
Tanah dalam untuk Pengembangan Teknologi Resapan Bologi di Lahan Kering. Jurnal
Litbang Pertanian. Vol. 27 No. 4
Suwignyo,Sugiarto.
2005. Avetebrata Air Jilid 1. Jakarta : Penebar Swadaya
Tim
Dosen. 2011. Penuntun Praktikum Zoologi Invetebrata. Makassar: Uin
Alauddin Makassar.